Rabu, 17 Maret 2021

Menghargai Air, Menghargai Peradaban

Oleh : Indra Yusuf Peringatan Hari Air Sedunia (World Water Day) tahun 2021 mengangkat tema “valuing water” (menghargai air). Tema ini bermakna tentang nilai dan arti pentingnya air dalam sebuah kehidupan manusia. Semua umat manusia dari berbagai budaya dan lingkungan geografis menempatkan air sebagai suatu sumberdaya yang memiliki nilai yang sangat vital dan strategis. Karena air merupakan kebutuhan universal seluruh umat manusia dan mahluk hidup lainnya. Sejak dulu keberadaan air telah menjadi sebuah simbol penting dalam setiap legenda dan perkembangan peradaban manusia di muka bumi. Demikian juga dalam budaya masyarakat sunda, air merupakan simbol identitas dari suatu komunitas. Sehingga ada beberapa ahli yang berpendapat bahwa identitas masyarakat Sunda adalah masyarakat air. Salah satunya adalah Hidayat Suryalaga (2004), yang mengatakan bahwa Sunda itu air, karena kata Sunda dalam bahasa Sanksakerta bermakna air. Hal ini setidaknya dapat kita temui dari banyaknya nama daerah berawalan dari kata ci, yang memiliki makna air. Seperti Cimahi, Cirebon, Cianjur, Ciamis dan masih banyak yang lainnya. Momentum ini sangat penting bagi pemerintah maupun masyarakat untuk mengkampanyekan pentingmya menjaga kelestarian sumberdaya air. Pemanfaatan sumberdaya air saat ini harus memperhatikan kelangsungan sumberdaya tersebut untuk kebutuhan generasi yang akan datang. Namun pada kenyataanya kesulitan untuk mendapatkan air bersih makin dirasakan oleh sebagian masyarakat dibeberapa daerah di Indonesia. Hal ini karena kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kelestarian sumberdaya air dan belum terbangunnya perilaku hemat air dalam kehidupan sehari-hari. Laju kerusakan dan pencemaran pada lokasi tubuh-tubuh air semakin semakin cepat seiring laju pertumbuhan jumlah penduduk yang pesat. Oleh karenanya mengapa kita perlu memperingati Hari Air Sedunia sebagai bentuk kampanye global tentang nilai pentingnya air bagi kelangsungan hidup kita semua. Dengan adanya peringatan Hari Air Sedunia tentu diharapkan agar seluruh masyarakat dunia selalu diingatkan betapa pentingnya membangun kesadaran lingkungan, serta memikirkan bagaimana melakukan pengelolaan sumberdaya air secara bijak dan berkelanjutan. Sehingga sumberdaya air yang ada tetap terjaga kelestariannya. Jika kita kaji secara geografis maupun klimatologis seharusnya wilayah Indonesia merupakan wilayah yang terbebas dari masalah air. Mengingat wilayah Indonesia berada di daerah beriklim tropis basah, yakni daerah yang memiliki rata-rata curah hujan sebesar 2.779 mm pertahunnya. Indonesia memiliki lebih dari 500 danau yang berfungsi sebagai sumber sekaligus cadangan air tawar di permukaan. Sementara potensi air tawar yang dimiliki Indonesia sebesar 1.957 miliar miliar m3/tahun. Dari jumlah tersebut, hampir 87% di antara potensi aliran air permukaan terkonsentrasi di Pulau Kalimantan, Papua, dan Sumatera. Sisanya tersebar secara tidak merata di Jawa Madura, Bali, Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara. Pulau Jawa yang memiliki luas 7% dari total luas daratan Indonesia memiliki 4,5% dari total cadangan air tawar nasional. Faktanya pulau ini dihuni oleh 65% dari total penduduk Indonesia. Tentu ketimpangan ini akan menjadi sebuah masalah jika tidak diantisipasi dengan kebijakan dalam pengelolaan kebutuhan air. Sementara permasalahan sumberdaya air juga dapat mempengaruhi ketahanan pangan nasional. Karena ancaman kekeringan dapat menyebabkan menurunnya hasil panen atau bahkan kegagalan panen. Kekeringan terjadi karena daerah-daerah yang berfungsi sebagai penyimpan cadangan air telah beralih fungsi menjadi bangunan atau pemukiman. Demikian juga dengan kerusakan hutan yang pada akhirnya bermuara pada terganggunya sumber-sumber air yang ada.

Kamis, 03 September 2020

Peran Pengawas Sekolah dan Mutu Pendidikan Oleh : Indra Yusuf
Dalam seminar pendidikan yang bertajuk “Revitalisasi Peran Strategis Pengawas Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di Jawa Barat” beberapa waktu lalu Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat mengatakan bahwa : “Pengawas sekolah adalah ujung tombak peningkatkan mutu pendidikan”. Sedemikian strategisnya peran pengawas sekolah sehingga dapat dikatakan keberhasilan yang dicapai oleh setiap satuan pendidikan tidak terlepas kinerja pengawas sekolah dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Tentunya peran strategis pengawas dapat dilaksanakan apabila pengawas sekolah memiliki standar kualifikasi dan kompetensi yang memadai. Kualifikasi dan kompetensi pengawas sekolah yang dimaksud adalah sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah. Salah satu kualifikasi yang terpenting adalah memenuhi kompetensi sebagai pengawas satuan pendidikan yang dapat diperoleh melalui uji kompetensi dan atau diklat fungsional pengawas, pada lembaga yang ditetapkan pemerintah serta dinyatakan lulus seleksi pengawas satuan pendidikan. Sementara kualifikasi yang lain terkait dengan jenjang pendidikan, masa kerja, usia, pangkat dan golongan. Dalam peraturan tersebut diamanatkan bahwa seorang pengawas sekolah harus memiliki standar kompetensi yang sudah ditetapkan. Kompetensi tersebut meliputi ; (1) Kompetensi kepribadian, (2) Kompetensi supervisi manajerial, (3) Kompetensi supervisi akademik, (4) Kompetensi evaluasi pendidikan, (5) Kompetensi penelitian pengembangan, dan (6) Kompetensi sosial. Keenam dimensi kompetensi tersebut dijabarkan lagi dalam beberapa butir kompetensi yang sesuai dengan tingkat satuan pendidikan maupun rumpun mata pelajaran yang relevan. Adapun tugas pokok pengawas sekolah sendiri terdiri atas melaksanakan tugas pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan yang meliputi : (1) penyusunan program pengawasan, (2) pelaksanaan pembinaan, (3) pemantauan pelaksanaan delapan standar nasional pendidikan, (4) penilaian, (5) pembimbingan dan pelatihan profesional guru, (6) evaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan, dan (7) pelaksanaan tugas kepengawasan di daerah khusus. Berkaitan dengan tugas pokok yang diemban oleh seorang pengawas sekolah tentunya tidak terlalu berlebihan jika dikatakan bahawa barometer mutu pendidikan kita ditentukan oleh tingkat kompetensi seorang pengawas sekolah. Mengingat seorang pengawas sekolah mempunyai kewenangan dalam memantau pelaksanaan 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP). Kita tahun bahwa kualitas pendidikan kita sangat ditentukan oleh indikator keterlaksanaan 8 SNP tersebut pada setiap satuan pendidikan. Karena memang fungsi dari standar nasional pendidikan ini adalah sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan serta pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Satu-satunya data yang ditemukan terkait dengan kompetensi pengawas saat ini adalah hasil dari uji kompetensi pengawas sekolah yang pernah dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2015. Sehingga hasil uji kompetensi tersebut menjadi salah satu data yang memetakan dan menggambarkan tingkat kompetensi pengawas sekolah secara nasional. Pelaksanaan uji kompetensi ini telah diikuti oleh 24.293 pengawas sekolah secara nasional berdasarkan jenis, jenjang, dan masa kerjanya. Adapun kesimpulan dari hasil uji kompetensi tersebut yakni untuk nilai rerata kompetensi pengawas sekolah adalah 55,24, untuk dimensi supervisi manajerial adalah 57,53, untuk dimensi supervisi akademik adalah 56,06, untuk dimensi penelitian dan pengembangan adalah 54,24, dan untuk dimensi evaluasi pendidikan adalah 53,12. Hasil uji kompetensi pengawas sekolah tersebut cukup memperihatinkan sehingga perlu menadapat perhatian khusus dari lembaga yang bersangkutan. Sehingga akhirnya pemerintah melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan-Kemdikbud melakukan langkah strategis untuk meningkatkan kompetensi pengawas sekolah. Langkah yang diambil oleh Dirjen GTK- Kemdikbud selaku institusi pembina adalah dengan melakukan diklat penguatan kompetensi pengawas sekolah. Tentu diklat ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi pengawas sekolah agar mampu melaksanakan tugas pokoknya secara profesional. Namun persoalan pengawas sekolah tidak berhenti pada persoalan kualifikasi dan kompetensi saja. Karena ketika kualifikasi dan kompetensi pengawas sekolah telah memadai, ada satu hal lagi yang sangat menentukan keberhasilan kinerja pengawas sekolah dalam menjalankan tugasnya. Hal terkait dengan rasio jumlah sekolah binaan dengan jumlah pengawas sekolah. Pengawas sekolah yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang baik manakala dia beri tugas untuk membina sejumlah sekolah yang melebihi dari jumlah yang ditentukan maka tetap saja tidak akan dapat menjalankan tugas pokoknya sebagai pengawas secara maksimal. Oleh karenanya pemerintah daerah dalam hal ini dinas pendidikan harus memperhatikan rasio antara jumlah sekolah dengan jumlah pengawas sekolah, agar tidak terjadi ketimpangan yang dapat menghambat peningkatan mutu pendidikan. Ironisnya untuk saat ini hampir disetiap kota/kabupaten seluruh Indonesia rasio antara jumlah sekolah dengan jumlah pengawas sekolah masih sangat timpang. Demikian juga dengan jumlah pengawas sekolah diprovinsi Jawa Barat masih sangat kurang dibandingkan dengan jumlah sekolah yang ada. Sehingga tidak sedikit pengawas sekolah yang diberi tugas untuk membina sekolah yang jumlahnya melebihi batas kemampuannya. Akibatnya pengawasan akademik dan pengawasan manejerial yang dilakukan pengawas sekolah tidak maksimal. Hal ini tentu akan berimbas pada peningkatan kualitas sekolah tersebut. Jika hal ini terus berlarut-larut maka upaya peningkatan mutu pendidikan nasional khususnya di Provinsi Jawa Barat akan mengalami hambatan. Sebagai gambaran saat ini jumlah pengawas sekolah di Provinsi Jawa barat untuk jenjang SMA/SMK dan SLB adalah sekitar 400 pengawas sekolah. Sementara berdasarkan data Dapodik Kemendikbud tahun pelajaran 2019/2020 jumlah sekolah yang terdapat di Provinsi Jawa Barat adalah 4.976 sekolah. Jumlah tersebut terdiri atas Sekolah Menengah Atas (SMA) sejumlah 1.660, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sejumlah 2.933 dan Sekolah Luar Biasa (SLB) sejumlah 383. Tentu jika kita mengacu pada buku panduan kerja pengawas sekolah yang disusun oleh Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan–Kemdikbud perbandingan antara jumlah sekolah untuk tingkat menengah dengan jumlah pengawas sekolah adalah 1 banding 7. Artinya seorang pengawas sekolah idealnya dapat melakukan pembinaan dengan baik jika memiliki sekolah binaan sebanyak 7 sekolah. Sedangkan untuk tingkat Sekolah Luar Biasa (SLB) satu orang pengawas memiliki sekolah binaan idealnya sejumlah 5 sekolah. Dengan demikian Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat idealnya membutuhkan jumlah jumlah pengawas sekolah sebanyak 730 pengawas sekolah untuk SMA/SMK dan SLB. Namun pada kenyataanya jumlah pengawas yang ada baru sekitar 400 pengawas sekolah saja. Ini artinya Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat masih mengalami kekurangan sekitar 300 pengawas sekolah untuk SMA/SMK dan SLB. Sementara saat ini terdapat 127 guru atau kepala sekolah yang telah mengikuti diklat fungsional pengawas sekolah pada tahun 2019 dan telah dinyatakan lulus sebagai calon pengawas sekolah. Tentu kondisi ini jangan dibiarkan berlarut-larut terlebih ditengah pandemi Covid-19 yang saat ini kita alami. Karena sekolah saat ini membutuhkan pembinaan dan bimbingan dari para pengawas sekolah dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dirumah. Para guru di sekolah sedang menanti arahan dan bantuan dari para pengawas sekolah tentang bagaimana caranaya menjalankan tugasnya dari rumah secara efektif. Kita semua berharap Dinas Penididikan Provinsi Jawa Barat segera mencari jalan keluarnya untuk dapat memenuhi kebutuhan pengawas sekolah yang dirasa sudah mendesak. Tentunya yang dibutuhkan adalah pengawas sekolah yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang baik sehingga mampu berperan dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional dan khususnya mencapai visi pendidikan di Provinsi Jawa Barat.

Minggu, 21 April 2019

Teka-Teki Geografi Online
Persebaran Flora dan Fauna



PERSEBARAN FLORA DAN FAUNA DUNIA





PERSEBARAN FLORA DAN FAUNA DUNIA

KELOMPOK 1


This interactive crossword puzzle requires JavaScript and any
recent web browser, including Windows Internet Explorer, Mozilla Firefox, Google Chrome, or
Apple Safari. If you have disabled web page scripting, please re-enable it and refresh
the page. If this web page is saved on your computer, you may need to click the yellow Information Bar at the top or bottom of
the page to allow the puzzle to load.






















Sabtu, 30 Maret 2019

TEKA-TEKI GEOGRAFI
BAB 1




TEKA-TEKI GEOGRAFI





TEKA-TEKI GEOGRAFI

BAB 1


This interactive crossword puzzle requires JavaScript and any
recent web browser, including Windows Internet Explorer, Mozilla Firefox, Google Chrome, or
Apple Safari. If you have disabled web page scripting, please re-enable it and refresh
the page. If this web page is saved on your computer, you may need to click the yellow Information Bar at the top or bottom of
the page to allow the puzzle to load.






















Sabtu, 09 Februari 2019

TEKATEKI GEOGRAFI BAB 1

TTG

Poros Maritim Dunia




poros maritim ttg





poros maritim ttg

indra


This interactive crossword puzzle requires JavaScript and any
recent web browser, including Windows Internet Explorer, Mozilla Firefox, Google Chrome, or
Apple Safari. If you have disabled web page scripting, please re-enable it and refresh
the page. If this web page is saved on your computer, you may need to click the yellow Information Bar at the top or bottom of
the page to allow the puzzle to load.






















Selasa, 21 Juni 2016

QUO VADIS PENDIDIKAN KITA

Buku “Quo Vadis Pendidikan Kita ? (Refleksi Satu Dekade Menyuarakan Pendidikan) “ merupakan kumpulan dari 73 artikel terpilih yang mengungkapkan dinamika pendidikan dalam kurun waktu 2006-2016.
Tentu selama satu dekade berjalan banyak sekali berita, isu, wacana, fenomena dan perubahan kebijakan yang menyangkut pendidikan. Karena buku ini disusun dari kumpulan artikel tentu memiliki subtema yang beragam, namun sebetulnya tetap memiliki tema utama yang bermuara pada persoalan pendidikan kita. Pemaparan dalam buku ini sekiranya dapat dijadikan bahan referensi awal serta refleksi dari persolan-persoalan pendidikan yang mendera bangsa kita selama ini. Tulisan yang disajikan dalam buku ini memiliki gaya bahasa populer yang ringan dan sangat mudah dipahami oleh berbagai kalangan. Sebagian besar artikel ini dilahirkan melalui proses berfikir yang spontan, reflektif dan kontekstual dengan isu aktual yang sedang hangat pada saat itu. Beberapa media yang dijadikan sumber naskah dalam penyusunan buku ini adalah Harian Kompas, Republika, Pikiran Rakyat, Tribun Jabar, Harian Pelita, Suara Karya, Media Indonesia, Seputar Indonesia, Radar Cirebon, Kabar Cirebon (d/h Mitra Dialog) dan Fajar Cirebon. Buku serupa juga pernah ditebitkan oleh para pengamat atau pemerhati pendidikan serta bidang lainnya dengan sudut pandang berbeda. Seperti halnya para penulis yang telah memiliki nama besar, sebut saja T. Jacob, Hermawan Kertajaya, Gede Prama, Andrias Harefa, Gatot Irianto, Bondan Winarno dan masih banyak yang lainnya telah menerbitkan buku kumpulan tulisan atau artikelnya. Ternyata buku-buku tersebut telah mencuri perhatian dan minat dari para pembaca. Hal ini dibuktikan dengan mendapat respon positif di pasaran. Mungkin sedikit kelebihan buku ini dibanding dengan buku-buku tersebut adalah karena ditulis oleh seorang guru yang notabene merupakan pelaku dilapangan dan ujung tombak pendidikan. Adapun maksud dan tujuan penerbitan buku yang ini tiada lain untuk mengikat makna, ide, pesan yang terkandung dalam setiap artikel yang masih tercecer. Karena seringkali persoalan pendidikan yang ada dan dihadapi saat ini merupakan bagian dari siklus yang selalu berulang namun dengan konteks dan ruang yang berbeda.

QUO VADIS PENDIDIKAN KITA

Buku “Quo Vadis Pendidikan Kita ? (Refleksi Satu Dekade Menyuarakan Pendidikan) “ merupakan kumpulan dari 73 artikel terpilih yang mengungkapkan dinamika pendidikan dalam kurun waktu 2006-2016. Tentu selama satu dekade berjalan banyak sekali berita, isu, wacana, fenomena dan perubahan kebijakan yang menyangkut pendidikan. Karena buku ini disusun dari kumpulan artikel tentu memiliki subtema yang beragam, namun sebetulnya tetap memiliki tema utama yang bermuara pada persoalan pendidikan kita. Pemaparan dalam buku ini sekiranya dapat dijadikan bahan referensi awal serta refleksi dari persolan-persoalan pendidikan yang mendera bangsa kita selama ini. Tulisan yang disajikan dalam buku ini memiliki gaya bahasa populer yang ringan dan sangat mudah dipahami oleh berbagai kalangan. Sebagian besar artikel ini dilahirkan melalui proses berfikir yang spontan, reflektif dan kontekstual dengan isu aktual yang sedang hangat pada saat itu. Beberapa media yang dijadikan sumber naskah dalam penyusunan buku ini adalah Harian Kompas, Republika, Pikiran Rakyat, Tribun Jabar, Harian Pelita, Suara Karya, Media Indonesia, Seputar Indonesia, Radar Cirebon, Kabar Cirebon (d/h Mitra Dialog) dan Fajar Cirebon. Buku serupa juga pernah ditebitkan oleh para pengamat atau pemerhati pendidikan serta bidang lainnya dengan sudut pandang berbeda. Seperti halnya para penulis yang telah memiliki nama besar, sebut saja T. Jacob, Hermawan Kertajaya, Gede Prama, Andrias Harefa, Gatot Irianto, Bondan Winarno dan masih banyak yang lainnya telah menerbitkan buku kumpulan tulisan atau artikelnya. Ternyata buku-buku tersebut telah mencuri perhatian dan minat dari para pembaca. Hal ini dibuktikan dengan mendapat respon positif di pasaran. Mungkin sedikit kelebihan buku ini dibanding dengan buku-buku tersebut adalah karena ditulis oleh seorang guru yang notabene merupakan pelaku dilapangan dan ujung tombak pendidikan. Adapun maksud dan tujuan penerbitan buku yang ini tiada lain untuk mengikat makna, ide, pesan yang terkandung dalam setiap artikel yang masih tercecer. Karena seringkali persoalan pendidikan yang ada dan dihadapi saat ini merupakan bagian dari siklus yang selalu berulang namun dengan konteks dan ruang yang berbeda.

Selasa, 02 Juni 2015

Sabtu, 04 Juni 2011

Kejujuran Esensi Pendidikan Karakter

Kejujuran Esensi Pendidikan Karakter
Oleh Indra Yusuf

PERINGATAN Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tahun ini mengambil tema utama “Pendidikan Karakter sebagai Pilar Kebangkitan Bangsa”. Pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada masyarakat (baca : siswa) yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Melalui pendidikan karakter, akan terbangun masyarakat yang memiliki keberadaban dan toleran terhadap keberagaman.