Kamis, 03 September 2020

Peran Pengawas Sekolah dan Mutu Pendidikan Oleh : Indra Yusuf
Dalam seminar pendidikan yang bertajuk “Revitalisasi Peran Strategis Pengawas Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di Jawa Barat” beberapa waktu lalu Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat mengatakan bahwa : “Pengawas sekolah adalah ujung tombak peningkatkan mutu pendidikan”. Sedemikian strategisnya peran pengawas sekolah sehingga dapat dikatakan keberhasilan yang dicapai oleh setiap satuan pendidikan tidak terlepas kinerja pengawas sekolah dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Tentunya peran strategis pengawas dapat dilaksanakan apabila pengawas sekolah memiliki standar kualifikasi dan kompetensi yang memadai. Kualifikasi dan kompetensi pengawas sekolah yang dimaksud adalah sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah. Salah satu kualifikasi yang terpenting adalah memenuhi kompetensi sebagai pengawas satuan pendidikan yang dapat diperoleh melalui uji kompetensi dan atau diklat fungsional pengawas, pada lembaga yang ditetapkan pemerintah serta dinyatakan lulus seleksi pengawas satuan pendidikan. Sementara kualifikasi yang lain terkait dengan jenjang pendidikan, masa kerja, usia, pangkat dan golongan. Dalam peraturan tersebut diamanatkan bahwa seorang pengawas sekolah harus memiliki standar kompetensi yang sudah ditetapkan. Kompetensi tersebut meliputi ; (1) Kompetensi kepribadian, (2) Kompetensi supervisi manajerial, (3) Kompetensi supervisi akademik, (4) Kompetensi evaluasi pendidikan, (5) Kompetensi penelitian pengembangan, dan (6) Kompetensi sosial. Keenam dimensi kompetensi tersebut dijabarkan lagi dalam beberapa butir kompetensi yang sesuai dengan tingkat satuan pendidikan maupun rumpun mata pelajaran yang relevan. Adapun tugas pokok pengawas sekolah sendiri terdiri atas melaksanakan tugas pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan yang meliputi : (1) penyusunan program pengawasan, (2) pelaksanaan pembinaan, (3) pemantauan pelaksanaan delapan standar nasional pendidikan, (4) penilaian, (5) pembimbingan dan pelatihan profesional guru, (6) evaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan, dan (7) pelaksanaan tugas kepengawasan di daerah khusus. Berkaitan dengan tugas pokok yang diemban oleh seorang pengawas sekolah tentunya tidak terlalu berlebihan jika dikatakan bahawa barometer mutu pendidikan kita ditentukan oleh tingkat kompetensi seorang pengawas sekolah. Mengingat seorang pengawas sekolah mempunyai kewenangan dalam memantau pelaksanaan 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP). Kita tahun bahwa kualitas pendidikan kita sangat ditentukan oleh indikator keterlaksanaan 8 SNP tersebut pada setiap satuan pendidikan. Karena memang fungsi dari standar nasional pendidikan ini adalah sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan serta pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Satu-satunya data yang ditemukan terkait dengan kompetensi pengawas saat ini adalah hasil dari uji kompetensi pengawas sekolah yang pernah dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2015. Sehingga hasil uji kompetensi tersebut menjadi salah satu data yang memetakan dan menggambarkan tingkat kompetensi pengawas sekolah secara nasional. Pelaksanaan uji kompetensi ini telah diikuti oleh 24.293 pengawas sekolah secara nasional berdasarkan jenis, jenjang, dan masa kerjanya. Adapun kesimpulan dari hasil uji kompetensi tersebut yakni untuk nilai rerata kompetensi pengawas sekolah adalah 55,24, untuk dimensi supervisi manajerial adalah 57,53, untuk dimensi supervisi akademik adalah 56,06, untuk dimensi penelitian dan pengembangan adalah 54,24, dan untuk dimensi evaluasi pendidikan adalah 53,12. Hasil uji kompetensi pengawas sekolah tersebut cukup memperihatinkan sehingga perlu menadapat perhatian khusus dari lembaga yang bersangkutan. Sehingga akhirnya pemerintah melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan-Kemdikbud melakukan langkah strategis untuk meningkatkan kompetensi pengawas sekolah. Langkah yang diambil oleh Dirjen GTK- Kemdikbud selaku institusi pembina adalah dengan melakukan diklat penguatan kompetensi pengawas sekolah. Tentu diklat ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi pengawas sekolah agar mampu melaksanakan tugas pokoknya secara profesional. Namun persoalan pengawas sekolah tidak berhenti pada persoalan kualifikasi dan kompetensi saja. Karena ketika kualifikasi dan kompetensi pengawas sekolah telah memadai, ada satu hal lagi yang sangat menentukan keberhasilan kinerja pengawas sekolah dalam menjalankan tugasnya. Hal terkait dengan rasio jumlah sekolah binaan dengan jumlah pengawas sekolah. Pengawas sekolah yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang baik manakala dia beri tugas untuk membina sejumlah sekolah yang melebihi dari jumlah yang ditentukan maka tetap saja tidak akan dapat menjalankan tugas pokoknya sebagai pengawas secara maksimal. Oleh karenanya pemerintah daerah dalam hal ini dinas pendidikan harus memperhatikan rasio antara jumlah sekolah dengan jumlah pengawas sekolah, agar tidak terjadi ketimpangan yang dapat menghambat peningkatan mutu pendidikan. Ironisnya untuk saat ini hampir disetiap kota/kabupaten seluruh Indonesia rasio antara jumlah sekolah dengan jumlah pengawas sekolah masih sangat timpang. Demikian juga dengan jumlah pengawas sekolah diprovinsi Jawa Barat masih sangat kurang dibandingkan dengan jumlah sekolah yang ada. Sehingga tidak sedikit pengawas sekolah yang diberi tugas untuk membina sekolah yang jumlahnya melebihi batas kemampuannya. Akibatnya pengawasan akademik dan pengawasan manejerial yang dilakukan pengawas sekolah tidak maksimal. Hal ini tentu akan berimbas pada peningkatan kualitas sekolah tersebut. Jika hal ini terus berlarut-larut maka upaya peningkatan mutu pendidikan nasional khususnya di Provinsi Jawa Barat akan mengalami hambatan. Sebagai gambaran saat ini jumlah pengawas sekolah di Provinsi Jawa barat untuk jenjang SMA/SMK dan SLB adalah sekitar 400 pengawas sekolah. Sementara berdasarkan data Dapodik Kemendikbud tahun pelajaran 2019/2020 jumlah sekolah yang terdapat di Provinsi Jawa Barat adalah 4.976 sekolah. Jumlah tersebut terdiri atas Sekolah Menengah Atas (SMA) sejumlah 1.660, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sejumlah 2.933 dan Sekolah Luar Biasa (SLB) sejumlah 383. Tentu jika kita mengacu pada buku panduan kerja pengawas sekolah yang disusun oleh Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan–Kemdikbud perbandingan antara jumlah sekolah untuk tingkat menengah dengan jumlah pengawas sekolah adalah 1 banding 7. Artinya seorang pengawas sekolah idealnya dapat melakukan pembinaan dengan baik jika memiliki sekolah binaan sebanyak 7 sekolah. Sedangkan untuk tingkat Sekolah Luar Biasa (SLB) satu orang pengawas memiliki sekolah binaan idealnya sejumlah 5 sekolah. Dengan demikian Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat idealnya membutuhkan jumlah jumlah pengawas sekolah sebanyak 730 pengawas sekolah untuk SMA/SMK dan SLB. Namun pada kenyataanya jumlah pengawas yang ada baru sekitar 400 pengawas sekolah saja. Ini artinya Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat masih mengalami kekurangan sekitar 300 pengawas sekolah untuk SMA/SMK dan SLB. Sementara saat ini terdapat 127 guru atau kepala sekolah yang telah mengikuti diklat fungsional pengawas sekolah pada tahun 2019 dan telah dinyatakan lulus sebagai calon pengawas sekolah. Tentu kondisi ini jangan dibiarkan berlarut-larut terlebih ditengah pandemi Covid-19 yang saat ini kita alami. Karena sekolah saat ini membutuhkan pembinaan dan bimbingan dari para pengawas sekolah dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dirumah. Para guru di sekolah sedang menanti arahan dan bantuan dari para pengawas sekolah tentang bagaimana caranaya menjalankan tugasnya dari rumah secara efektif. Kita semua berharap Dinas Penididikan Provinsi Jawa Barat segera mencari jalan keluarnya untuk dapat memenuhi kebutuhan pengawas sekolah yang dirasa sudah mendesak. Tentunya yang dibutuhkan adalah pengawas sekolah yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang baik sehingga mampu berperan dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional dan khususnya mencapai visi pendidikan di Provinsi Jawa Barat.